Serunya Belajar Lestari Lewat Panata On The Street

        Menyambut rangkaian kegiatan “PANATA FEST”, Himpunan Mahasiswa Planologi Widya Panata Bumi Universitas Pakuan ajak warga Kelurahan Sempur, Bogor belajar melestarikan permukiman warga. Acara yang diadakan pada (28/11/19) ini bertempat di aula Kelurahan Sempur. Penyelenggara acara mengundang pihak-pihak seperti dinas PUPR Bogor, komunitas peduli tjiliwoeng, perwakilan RW setempat, sekertaris lurah  dan ketua program studi perencanaan wilayah dan kota Universitas Pakuan.

        Kegiatan penata on the street ini merupakan program kerja tahunan yang telah dimulai sejak 2013 oleh Himpunan Mahasiswa Planologi, sesuai dengan tridarma perguruan tinggi. Ketua Pelaksana, Yose Halizawati menjelaskan, kegiatan ini diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau. Selain itu sebagai upaya mengembalikan kualitas lingkungan, menjaga keserasian, dan keseimbangan ekosistem wilayah perkotaan yang akan berdampak di masyarakat. Acara yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun ini mengusung tema Kota dan  Permukiman Lestari Kelurahan Sempur. “Harapannya dengan panata on the street ini, untuk lebih melestrarikan lagi lingkungan yang ada di daerah ciliwung sama di daerah pemukiman kelurahan sempur sendiri”



        Sampai saat ini sampah yang masuk ke sungai selalu mengkhawatirkan. Beberapa penelitian mengungkapkan ikan-ikan terindikasi mikroorganisme. Masih ditemukan sistem drainase yang buruk di perumahan dan permukiman warga. Anggota Satuan Tugas Komunitas Peduli Tjiliwoeng, Suparno Jumar mengatakan masih banyak PR yang harus dikerjakan berbagai pihak. “Saya paham betul pihak-pihak yanh hadir disini, kami ingin membangun budaya yang bertanggung jawab terhadap kesehatan kita dan keluarga kita,” ucapnya. Ia menambahkan terkait sarana dan prasarana, ada infrastruktur kota yang kondisinya mengkhawatirkan, dan untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan bencana seharusnya ada perencanaan. Sungai ciliwung masih mengalami krisis air bersih karena sampah ornanik maupun non organik. Menurut data yang disampaikan Suparno, ada  87 titik sampah di Ciliwung ditemukan dengan estimasi berat sampah 30 ton.

     
     
          Peserta yang hadir dalam kegiatan ini diantaranya mahasiswa teknik planologi, dan pihak yang terkait dengan lingkungan. “Saya sadar kalau hanya Sempur saja tidak akan menyelesaikan persoalan sungai ciliwung. Kalau hanya Bogor juga tidak akan menyelesaikan. Penanganan permasalahan kebiasaan atau budaya membuang sampah ke sungai yang sudah seperti halaman depan rumah. Mungkin pengelolaannya harus diajarkan dari sekolah-sekolah,” ujar Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pakuan, Indarti Komala Dewi.

        Pengelolaan sampah yang tidak maksimal, pembangunan infrastruktur yang masih banyak harus dibereskan menjadi pekerjaan besar bersama. Bukan hanya pemerintah yang wajib mengurusi hal-hal tersebut, masyarakat pun harus hadir dalam pembangunan kota yang lestari dan nyaman untuk bermukim.


Tim liputan : Zintan dan Vina

Posting Komentar

0 Komentar