Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) merupakan momentum untuk mengingat kembali tentang kontribusi dunia penyiaran. Dunia penyiaran hadir sebagai penghubung dan pemersatu antarsesama anak bangsa. Tujuan memperingati Harsiarnas adalah untuk menghormati dan menghargai industri penyiaran yang ada di Indonesia.
Sejarah penyiaran di Indonesia mulai berlangsung pada
tahun 1927 sejak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Sri Mangkoenegoro
VII yang menerima hadiah dari seorang Belanda berupa pesawat radio. Kemudian, pada
1 April 1933 berdiri lah sebuah lembaga penyiaran radio pertama milik Indonesia
di kota Solo bernama Soloche Radio Vereeniging (SRV) yang didirikan oleh Sri
Mangkoenegoro VII. Pada tanggal berdirinya SRV, para pencetus kemudian
menetapkannya sebagai hari penyiaran nasional. SRV ini merupakan perintis berdirinya
radio ketimuran milik bangsa Indonesia yang berjasa dalam memanfaatkan teknologi
yang telah hadir untuk mengembangkan budaya yang ada di Indonesia.
Deklarasi Harsiarnas pertama kali diselenggarakan di kota
Solo pada 1 April 2009 oleh Hari Wiryawan, anggota Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah (KPID) Jawa Tengah. Hari Wiryawan telah berhasil meyakinkan banyak
orang, termasuk pemerintah, wakil rakyat budayawan, akademisi, dan insan
penyiaran untuk berpatisipasi dalam meluruskan sejarah penyiaran nasional yang
bermula dari Kota Solo. Deklarasi ini mencantumkan dua usulan, yaitu:
1.
Menjadikan
tanggal 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas).
2. Mengangkat
KGPAA Sri Mangkoenegoro VII sebagai Bapak Penyiaran Indonesia, karena
peranannya dalam mendirikan jaringan penyiaran radio ketimuran.
Pada tanggal 29 Maret 2019, sepuluh tahun setelah
Deklarasi Harsianas pertama, Presiden Joko Widodo pada akhirnya menandatangani
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 mengenai penetapan Hari
Penyiaran Nasional. Pemerintah telah menetapkan 1 April sebagai Hari Penyiaran
Nasional, karena pada tanggal tersebut bertepatan dengan didirikannya Lembaga
Penyiaran Radio pertama di Indonesia, Solosche Radio Vereeniging (SRV), yang
diprakarsai oleh KGPAA Sri Mangkoenegoro VII. Masyarakat penyiaran di kota Solo
juga telah mendeklarasikan Hari Penyiaran Nasional pada tahun 2009 dan 2010.
Hal ini menjadi tonggak penting dalam sejarah perkembangan penyiaran Tanah Air
untuk menandai awal dari industri penyiaran yang kini menjadi salah satu media
komunikasi terpenting di Indonesia.
Terdapat beberapa tantangan serta peluang bagi industri
penyiaran di era digital ini, seperti pada masa lalu tantangan yang perlu
dihadapi yakni berupa ketersediaan opsi saluran TV dan radio sangat terbatas. Sementara
itu, dengan ketersediaan platform digital masa kini yang semakin banyak, telah berimbas
pada persebaran ketergunaan platform-platform yang dipilih para penonton, sehingga
hal tersebut menjadi tantangan bagi lembaga penyiaran untuk beradaptasi dengan
perubahan kebiasaan penonton dan mencari cara untuk berinteraksi dengan mereka
di berbagai platform. Ada begitu banyak konten yang diciptakan pada era digital
ini sehingga sulit bagi para penyiar menyeimbangi dan menghadapi tantangan
untuk tampil menonjol serta memberikan konten terbaik yang mampu menarik atensi
masyarakat di tengah banyaknya pilihan. Oleh sebab itu, lembaga penyiaran harus
kreatif untuk tetap mendapatkan keuntungan sekaligus memberikan kepuasan kepada
para penonton. Di lain sisi, dengan
adanya arus distribusi digital juga telah memunculkan masalah pelanggaran hak
cipta serta kasus pembajakan, sehingga menuntut lembaga penyiaran untuk mempunyai
sistem kelola kerja yang kuat untuk mengatur hak-hak digital, dan bekerja sama dengan
pihak lain untuk mengatasi permasalahan tersebut secara langsung.
Ada pun peluang bagi industri penyiaran di era digital
sekarang ini, seperti keterjangkauan konten yang kini bersifat global, sehingga
tidak ada lagi batasan yang menghambat alur persebarannya. Peluang lainnya yakni
dari segi fungsionalitas platform digital, yang memungkinkan lembaga penyiaran
untuk memberikan pengalaman yang dipersonalisasi kepada pemirsa, lalu platform
digital juga memungkinkan penyiar berinteraksi dengan pemirsa secara real-time,
era digital seperti sekarang ini juga dapat diartikan sebagai sarang
kreativitas dan inovasi seorang penyiar.
Oleh karena itu, Hari Penyiaran Nasional adalah
kesempatan untuk mengingat sejarah pentingnya industri penyiaran Indonesia, dan
menjadi pemicu untuk terus mengembangkan serta memajukan industri penyiaran
pada era digital saat ini, sehingga industri penyiaran di Indonesia dapat terus
berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat dan
kemajuan bangsa dengan upaya bersama dan kolaborasi antar pelaku industri.
Sumber:
Komisi Penyiaran Indonesia. HARI PENYIARAN NASIONAL ke-87: KPI Serukan Kepedulian dan
Solidaritas Sosial Melalui Penyiaran Dalam Melawan Pandemi. Diakses pada 29 Maret 2024, dari https://www.kpi.go.id/id/siaran-pers/35660-hari-penyiaran-nasional-ke-87-kpi-serukan-kepedulian-dan-solidaritas-sosial-melalui-penyiaran-dalam-melawan-pandemi
Komisi Penyiaran Indonesia. 31 Maret 2023. Sejarah 1
April Sebagai Hari Penyiaran Nasional. Diakses pada 29 Maret 2024, dari https://www.kpi.go.id/id/umum/38-dalam-negeri/36963-sejarah-1-april-sebagai-hari-penyiaran-nasional
Medialooks.com. Broadcasting in the Digital Age:
Challenges and Opportunities. Diakses pada 29 Maret 2024, dari https://medialooks.com/articles/broadcasting-in-the-digital-age-challenges-and-opportunities/
Monumen Pers Nasional. 22 Maaret 2021. Sejarah
Penyiaran Radio di Indonesia. Diakses pada 29 Maret 2024, dari https://mpn.kominfo.go.id/index.php/2021/03/22/sejarah-penyiaran-radio-di-indonesia/
Reporter:
Siska Julianti
Salma Syaqra Nisa
Editor:
Rahma Trianasari
0 Komentar