![]() |
| Suasana Panggung dalam Acara FISIB FACE 2025 yang Bertajuk Pecah Sekat pada Sabtu, (06/12/2025), Beranda Pers/ Muhamad Habiby, Muhamad Rizky |
Di balik meriahnya panggung, terdapat cerita personal dari Khaka Tamam Maulanasyah, ketua pelaksana FISIB FACE 2025. Tamam menjelaskan bahwa tema “Pecah Sekat” berangkat dari pengalaman pribadi ketika ia menghadapi masa-masa sulit selama menjalani kehidupan kampus. “Saya ingin setiap acara yang saya buat merefleksikan diri dan pengalaman saya. Apa yang saya alami di kampus, itulah yang saya tuangkan dalam acara ini,” ungkapnya. Tema ini menjadi simbol perjalanan, ruang pemulihan, dan ajakan agar siapa pun dapat melepaskan batas yang menahan mereka. Sebagai festival yang membawa nama FACE – Festival Art, Culture, and Education, Tamam menegaskan bahwa tujuan utama acara ini adalah menjadi ruang apresiasi bagi mahasiswa. “Kita bikin acara ini supaya bisa dinikmatin para mahasiswa Universitas Pakuan, terutama FISIB Makanya ada tiket privilege untuk mahasiswa FISIB,” ujar Tamam.
Meski persiapan berjalan panjang, tantangan terbesar justru berasal dari faktor yang tidak bisa dikendalikan, yaitu cuaca. “Tantangan kita cuma satu cuaca, lawannya cuaca,” kata Tamam, mengingatkan bahwa Bogor di Desember selalu identik dengan hujan. Namun, antusiasme penonton tetap terasa kuat. Kehadiran mahasiswa dari berbagai kampus di Bogor, serta komunitas musik yang datang saling mendukung, menciptakan suasana yang inklusif. “Crowd kebentuk karena saling menghargai, Kita pernah datang ke acara mereka, mereka datang ke acara kita, banyak komunitas juga yang hadir,” jelas Tamam tentang dinamika penonton.
Salah satu band yang tampil, Kaktus mengaku tertarik sejak melihat gelaran FISIB FACE tahun sebelumnya. Febri, salah satu personel, mengatakan bahwa lagu yang paling mencerminkan semangat acara adalah “New York California” dari Skegs. “Distorsinya ngebangun semangat, sih, buat Pecah Sekat,” tuturnya. Bagi Kaktus, kehadiran penonton yang menerima mereka menjadi poin utama. “Mereka pun menerima kedatangan Kaktus siang-siang, lumayan ramai juga,” kata Febri. Band lainnya, Pineline, yang diwakili Egy sang gitaris, juga menilai panggung FISIB FACE sebagai ruang penting bagi musisi lokal. “Penting banget, Kayak Pineline juga band kecil, lagi nyari nama. Di sini dapet eksposure,” ucapnya. Mereka bahkan menyebut lagu “Cheese” sebagai pemantik semangat penonton malam itu. Kedua band sepakat bahwa persiapan intensif mereka mulai dari latihan dua kali seminggu hingga latihan menjelang H-1 terbayar oleh atmosfer yang diberikan crowd. Meski cuaca menjadi penghambat, antusiasme penonton tetap mampu mendorong energi panggung. Wawancara dengan penonton turut memperlihatkan betapa pentingnya acara ini bagi komunitas Bogor.
Yandra, mahasiswa Ilmu Komunikasi, datang karena ingin mendukung teman-temannya yang tampil. “Saya respect banget sama teman-teman yang main. Kaktus udah lama tidak manggung,” katanya.
Sementara Eko, penonton lainnya, menyebut FISIB FACE sebagai acara yang punya nilai penting bagi fakultas. “FISIB FACE itu sakral, suasananya bagus banget, pertemanannya asik,” ujarnya. Ia bahkan terkesan dengan aksi band Pineline yang menampilkan visual “Stay with Palestine” yang menurutnya sangat respect. Penonton umumnya sepakat bahwa acara seperti ini sangat penting bagi band perintis dan mahasiswa yang membutuhkan ruang tampil.
Yandra juga berharap tahun depan acara ini bisa semakin besar, lebih meriah dan seperti kata Yandra, “Kalau bisa jangan Desember, soalnya Bogor hujan terus,” kata Yandra yang menutup wawancaranya.
Tamam menyampaikan harapannya agar FISIB FACE tetap berjalan sesuai kapasitas dan tidak dipaksakan melebihi kemampuan. Menurut Tamam, yang terpenting baginya adalah menjaga kepercayaan penonton. “Yang harus dilakukan itu menjaga gimana caranya penonton percaya kalau acara ini enggak akan gagal dan bakal tetap berjalan sesuai semestinya,” tuturnya.
FISIB FACE 2025 tidak hanya menghadirkan musik, tetapi juga memunculkan ruang pertemuan bagi berbagai komunitas Bogor sebuah “pecah sekat” yang nyata. Di tengah hujan, di tengah energi anak muda, dan di tengah riuh suara yang bertemu di satu panggung, acara ini berhasil menjadi lebih dari sekadar konser, acara ini menjadi pengalaman kolektif, cerita bersama, dan ruang bagi semua yang ingin tumbuh melalui musik.
Peliput/Penulis: M. Habiby Rahmaddani H. dan Muhammad Rizky Febrianatullah
Editor: Khansa Muthi’ah Gendis

0 Komentar