Beranda Pers - Terhitung sejak akhir tahun 2024, tiga lift utama yang berada di gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) Universitas Pakuan (Unpak), menerima banyak laporan dari masyarakat kampus perihal seringnya fasilitas tersebut tidak berfungsi atau mati total. Lift A yang berada di sebelah paling kiri dari pintu masuk lantai dua bahkan sudah sejak awal semester tahun ajaran ganjil 2024/2025 mengalami mati total dan hingga pada saat artikel ini ditulis, atau tepatnya pada 16 Januari 2025 belum kunjung diperbaiki juga.
Selain tangga darurat, gedung GPS yang terdiri dari sepuluh lantai juga dilengkapi dengan fasilitas lift yang totalnya berjumlah lima unit, dengan rincian tiga lift utama atau sering disebut lift A, B, dan C. Satu lift khusus untuk mobilitas dosen, dan satu lift barang yang biasa diakses lewat basemen parkir gedung GPS. Sebenarnya dengan jumlah tersebut seharusnya sudah lebih dari cukup untuk memfasilitasi mobilitas masyarakat kampus sehari-hari. Namun, sungguh disayangkan ternyata dari sekian banyak fasilitas tersebut ada saja permasalahan yang datang silih berganti. Mulai dari lift barang yang meskipun diklaim mampu menampung hingga 21 orang, kenyataannya hanya sanggup mengangkut tak lebih dari 10 orang saja. Ada pun yang baru-baru ini menjadi topik hangat keluhan masyarakat kampus, yakni mengenai lift A, B, dan C yang mengalami penurunan fungsi, hingga pada akhirnya hanya lift C yang bisa digunakan. Itu pun bahkan dibatasi menjadi 6 orang saja untuk sekali mobilitasnya dan harus selalu dibantu oleh seorang operator lift yang berjaga.
Peristiwa tersebut tentu sangat merugikan. Bukan hanya bagi mahasiswa dan dosen, tetapi customer service, pihak keamanan, dan juga semua orang yang sering beraktivitas di GPS. Surya Saputra, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi mengaku, ketidakberfungsian lift-lift tersebut sangat mempengaruhi aktivitasnya. "Iya ngaruh banget, soalnya kerusakan ini pasti ngeganggu aktivitas kita ya, kayak lima menit kita udah nyampe atas harus naik tangga belum lagi antri di tangganya, apalagi takutnya ada orang disabilitas. Jadi harusnya pihak kampus tuh bisa ngasih tahu penyebab dari lift yang lambat pengerjaannya tuh kenapa," ucapnya.
Begitu juga dengan Dear Hanif Rinanda, yang juga seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang sering beraktivitas di lantai atas gedung GPS. "Pasti mempengaruhi, selama ini kan kita, kayak gua sendiri aja kelasnya tuh pasti di lantai tujuh, terus kalau lift gak ada atau gak kebagian lift itu kita harus naik tangga. Naik tangga ke lantai tujuh tuh kerasa banget capeknya, terus belum nanti telatnya, belum dapet dosen yang telat gak boleh masuk, misalkan dikasih telatnya cuman 10 menit, tapi lima menit kita telat cuman gara-gara naik tangga, yang di mana sebenernya itu tuh harusnya bisa di tanggulangi sama lift itu," keluhnya.
Hanif juga menambahkan, "Gak pernah denger dari kampusnya sendiri untuk berusaha memperbaiki lift ini. Paling kayak tadi, untuk hari ini denger dari mahasiswa lain tuh ada yang ngomong dari satpamnya, kata satpamnya lagi nunggu teknisi untuk dateng. Tapi maksudnya kan hari ini baru ngomong kaya gitu si satpamnya, sedangkan kita ngerasain lift rusak ini bahkan dari semester satu. Kayak tadi gua bilang, kan lift ada tiga tapi yang kepake cuma dua, terus yang sekarang tuh sehari atau dua hari gitu lift tiganya gak nyala, nah terus dibilangnya lagi nunggu teknisi gak dateng. Ini masalahnya teknisi gak dateng atau gak dipanggil gitu, jadi mungkin gak ada tanggepan kali ya dari kampusnya."
"Ya sarannya segera diperbaiki sih. Maksudnya jangan terlalu lama cari alasan buat beresin kapan liftnya, karena kan kita sebagai mahasiswa ngerasa udah bayar segalanya. Kalau gak ngerasain fasilitasnya atau fasilitasnya rusak, juga kita ngerasa rugi kan, jangan diem doang gitu kalau bisa," ungkap Hanif kemudian.
Tentu ada alasan tersendiri di balik permasalahan yang meresahkan banyak pihak ini. Reporter Beranda Pers beruntungnya berkesempatan menemui Bakhtiar Wicakso, salah seorang staf Pakuan Karya Mandiri (PKM) yang menjabat sebagai Manajer Operasional dan Purchasing. Tanggapannya yang lugas cukup banyak menjawab rasa penasaran kami kala mewawancarai secara langsung perihal kisruh yang sedang terjadi.
"Sebenernya kerusakan bukan karena umur lift yang tua. Ya disebut tua juga engga, disebut muda juga engga, sedang lah. Lift di GPS ini ada di tahun 2015-2016, masih tergolong muda, jadi kendalanya itu ya emang ada sparepart yang harus diganti dan itu sparepart-nya memang sudah memasuki masa kedaluwarsa," ungkapnya.
"Untuk lift A kita sedang dalam proses pemesanan sparepart. Sekarang barangnya itu sudah masuk ke Indonesia, soalnya barang itu rata-rata kita impor ya, karena ini custom jatohnya, jadi kerusakan itu salah satunya di rubber belt-nya, yang diimpor langsung di luar negeri, nah itu gak bisa langsung kita pesen, terus hari ini langsung nyampe itu gak bisa. Minimal buat pemesanannya saja satu bulan. Jadi sekarang masih dalam proses pemesanan," tambahnya kemudian.
"Kita ada vendor juga di bawah PKM yang benar-benar khusus mengurusi lift ini. Jadi pada saat ada maintenance seperti saat perawatannya itu mereka ada di hari Rabu dan Sabtu, jadi seminggu dua kali untuk maintenance. Kalau untuk perbaikan kita udah sering sekali. Pokoknya setiap kali ada sparepart yang mati, ada laporan dari pihak maintenance, langsung dilaporin kita langsung mengajukan. Biasanya kalau misalnya gak terlalu urgent, kalo sekarang kan memang komponen utamanya yang harus diganti, jadi kalau di lift itu ada komponen utama yang namanya rubber, jadi kurang lebih sama kaya sling, yang seperti tali buat penopang si sangkarnya. Makanya itu si komponen utamanya sudah kedaluwarsa, makanya kita lakukan pembaruan," ujarnya lagi saat ditanya mengenai berapa kali proses perbaikan lift biasanya dilakukan.
Mengetahui kompleksnya proses perawatan dan pergantian suku cadang lift, sebenarnya apa yang menjadi penyebab seringnya terjadi error di lift? Bakhtiar mengungkapkan bahwa ia sering menemukan seseorang yang iseng dan sembrono saat menggunakan fasilitas lift. "Salah satu penyebab error itu dari orang yang sebelumnya naik. Karena ditakutkan sebelumnya itu dia loncat-loncat dari atas lift. Pokoknya ada orang iseng, kalau kaya gitu bahaya ya, sedangkan lift itu dia ngegantung kan, dia kan gak nempel ke tanah, orang itu loncat."
"Dan bukan cuma itu, pada saat di dalam lift, misalnya mau ke lantai tujuh, itu dia pencet semua tombol lantainya. Karena itu lift jadi makan listrik lebih. Misalnya penggunaannya standar ke lantai tujuh, jadi pas di lantai tujuh dia stand by gak ada yang mencet lagi, tapi kalau dipencet semua di lantai 8,9,10, berarti ada konsumsi listrik berlebih pada saat itu digunakan. Kalau sekali sih gak apa-apa, coba kalau sering. Jadi pada saat pencet lantai tujuh, oke, lift saat gak ada yang pake lagi dia akan stuck di situ kan, nanti kalau jangka waktu beberapa saat nanti akan ke level dua, tapi saat dipencet semua lantai, dia akan kerja lebih," jelasnya.
Bukankah alangkah baiknya kita sebagai mahasiswa, bisa lebih bijaksana dengan setiap perilaku yang kita buat, apalagi jika menyangkut fasilitas umum yang jelas-jelas memikul kepentingan dan tanggung jawab bersama.
Ternyata hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa lift barang yang diklaim mampu menampung 21 orang tidak bisa digunakan secara maksimal. Bakhtiar mengungkapkan bahwa pihaknya memang sengaja mengurangi massa bebannya. "Lift barang masih berfungsi. Karena saya juga melihat budaya di sini yang suka memaksakan berdempetan. Balik lagi ke yang tadi, massa bebannya dikurangi, karena kualitasnya ga sama kaya di awal. Kualitasnya menurun. Jadi, kapasitasnya segitu-gitu aja dan kemungkinan akan terus begitu."
Selain error, kelebihan beban massa pada lift kadang juga bisa menyebabkan lift yang mati tiba-tiba, seperti pengakuan Hanif yang pernah terjebak saat berada di dalam lift. "Kalau misalkan masih rusak gua kan salah satu korban yang liftnya mati, guanya di dalem. Itu kan bahaya banget ya. Syukur-syukur waktu itu nyala lagi, coba kalau ngga ada yang nyelametin. Itu si bahaya, kalau bisa segara di perbaiki," ujarnya.
Bakhtiar Wicakso pun menanggapi, "Sebenarnya kalau di dalam lift itu jangan panik. Kenapa, karena memang ada sistem safety-nya, pada saat misalnya listrik mati pun dia masih ada baterai yang menunjang si lift itu buat berpindah ke level terdekat. Misal mau berpindah dari lantai dua ke lantai tiga, terus liftnya tiba-tiba mati, ga usah panik, itu nanti akan terbuka sendiri, cuma butuh waktu karena ada perpindahan dari arus listrik ke baterai," jelasnya kemudian.
Lalu, kapan sebenarnya fasilitas lift ini dapat berfungsi normal kembali, mengingat banyaknya masyarakat kampus yang memiliki berbagai keperluan di gedung GPS. Bakhtiar menanggapi sebagai berikut, "Mungkin secepatnya, yang jelas, memang kalau komponen utama yang diganti memang perlu waktu. Karena gak bisa langsung kita pesen barang langsung ada. Yang paling pertama bisa normal itu yang lift A, karena memang sparepart-nya sudah ada di Indonesia, sudah tinggal istilahnya melewati bea cukai. Baru setelah itu nanti kita nyicil perbaikan di lift B & C. Kemungkinan kalau dihitung dari jangka waktu pemesanan misalnya satu bulan, diantara bulan Februari, semoga aja lebih cepet, di Februari atau Maret lah. Untuk lift A tuh nanti sebentar lagi. Kalau sudah melewati bea cukai langsung masuk ke sini, langsung kita pasang. Insyaallah di Januari akhir lift A itu normal."
Peliput: Shallima Mirra Faiza, Rahma Trianasari, Siska Julianti / Penulis: Yasinta Saumarisa
Editor: Rahma Trianasari

0 Komentar