Mewarisi Budaya Leluhur Melewati Festival Pencak Silat Seni Tradisi Warrior Cup 2024

 
Sumber: Dokumentasi Pribadi Reporter Beranda Pers

Beranda Pers – Mahasiswa konsentrasi Hubungan Masyarakat (Humas) empat, Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, telah menyelenggarakan Festival Pencak Silat Seni Tradisi Warrior Cup 2024 yang bertajuk “Melalui Harmoni Lestarikan Budaya Leluhur” pada 26– 27 Desember 2024. Acara ini berlangsung di Gedung Graha Pakuan Siliwangi (GPS) lantai satu dan dimulai dari pukul 08.00–18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), dengan dihadiri sekitar 310 peserta dari perguruan pencak silat di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Tema ini dipilih atas dasar rasa keprihatinan yang timbul pada fenomena minimnya pemusatan perhatian masyarakat kampus, terhadap objek warisan para leluhur bangsa, dalam konteks ini yaitu pencak silat. Terlebih lagi dengan fakta bahwa pencak silat yang sudah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya. 

Acara ini berlangsung selama dua hari, adapun perlombaan pada acara ini terdiri atas kategori Tunggal, Ganda, dan Rampak. Dari masing-masing ketiga kategori, dibagi lagi menjadi tiga kategori berdasarkan usia, yaitu anak, praremaja, dan remaja. Festival pencak silat ini menjadi wadah bagi para peserta dalam ajang perlombaan untuk menunjukkan kebudayaan warisan leluhur, terutama dalam wilayah Kota Bogor, apalagi acara ini telah melebihi target awal peserta yang diperkirakan hanya berjumlah 250 peserta, namun justru melejit hingga 310 peserta yang mendaftar. 

“Jarang sekali tradisi pencak silat ini diadakan di Bogor, maka dari itu kami berusaha untuk mewadahi acara ini. Jadi untuk intensitasnya itu sangat tinggi sekali sebenarnya, bisa diadakan tiga sampai empat hari. Setelah kita melihat keadaan sumber daya manusia dan budgeting yang ada, kita memilih untuk mengambil aman, apalagi GPS sangat sulit untuk dipinjam jadi kami melaksanakannya cukup di dua hari saja dengan 310 peserta,” ungkap Putra.

Para peserta yang berkesempatan menang dalam festival pencak silat ini mendapatkan hadiah dengan rincian, kategori anak-anak mendapatkan sertifikat dan medali, kemudian di kategori praremaja mendapatkan medali prestasi dan sertifikat prestasi. Lalu, untuk juara umum satu mendapatkan uang tunai senilai Rp1.000.000, Juara umum dua mendapatkan uang tunai senilai Rp750.000, dan terakhir juara umum tiga menadapatkan uang tunai senilai Rp500.000 yang masing-masing mendapatkan 11 emas, 11 perunggu, dan 11 perak. Namun untuk kategori anak-anak dipastikan menjadi pemenang semua, Putra menjelaskan bahwa ajang ini menjadi wadah anak-anak untuk menunjukkan bakat mereka sebelum maju dalam tingkat prestasi.

Juga tidak bisa dipungkiri memang, jika dalam kategori anak-anak sangat sulit untuk memfokuskan kegiatan selama berlangsung, “Jadi, anak-anak itu mendapatkan semua medali, dan anak-anak itu sulit diarahkan, seperti lari ke sana, dan lari ke situ. Kemudian tantangan terbesarnya adalah pengeluaran, di anak-anak itu kita mengeluarkan 161 medali, dan itu lumayan sulit, dengan sumber daya kami yang hanya berjumlah 16 orang,” ucap Putra.

Dalam penilaian perlombaan, ada empat aspek yang menjadi titik berat nilai, yaitu orisinilitas, kemantapan gerak, kekayaan gerak, dan penampilan. Dari keempat aspek tersebut, hasilnya dijumlahkan oleh juri sehingga bisa diperoleh hasil nilai terbaik, serta sudah menjadi kesepakatan bahwa penilaian harus didasarkan pada pandangan lima juri. Riswan, selaku salah satu juri menjelaskan bahwa aturan keterlibatan lima juri pada tahap penilaian memang sudah menjadi kesepakatan, lalu setiap festival pun ada aturan khusus yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar (PB) untuk mengoptimalkan penilaian sehingga tidak terjadi kecurangan.

Riswan menuturkan jika di Jawa Barat ada yang namanya patokan untuk segi penilaian yang di dalamnya terdapat empat poin, yaitu Paleredan, Tabasan, Mincik, dan Padungdung, “Untuk Palered sendiri itu nama tempat, nah kenapa ada tempat Palered itu ciri khas Paleredan, kalau dulu Paleredan ada empat, jadi empatnya gong dimodifikasi menjadi tujuh yang kemudian ada Tabasan sebagai vokal reff, ditutup dengan Mincik dan Padungdung sebagai akhir biasanya masuk gerakan untuk berhadapan dengan lawan,” tutup Riswan.

Peserta yang menghadiri festival ini ditargetkan untuk terlibat dalam ajang pencarian pengalaman dalam seni bela diri pencak silat, seperti halnya yang diarasakan oleh Siti Anisa dari Perguruan Napak Tilas. Siti menjelaskan alasannya mengikuti perlombaan ini untuk mencari pengalaman baru meskipun ia sendiri baru saja bergabung ke Perguruan Napak Tilas ini. Festival ini kemudian menjadi pengalaman pertama Siti dalam mengikuti ajang perlombaan pencak silat, adapun tantangan terbesarnya adalah ketika dirinya mengalami cidera. Dengan mengikuti festival tersebut ia merasa menjadi suatu kebanggaan, sehingga dari pengalaman ini pun ia bisa membagikannya, baik kepada orang tua, teman, maupun kepada perguruan silatnya, “Harapannya bisa dapat medali, bisa membanggakan orang tua, teman-teman, dan perguruan juga,” ucap Siti.

Putra selaku Ketua Pelaksana berharap agar acara serupa bisa selalu didukung oleh pihak FISIB untuk menyadarkan mahasiswa bahwasanya ada kebudayaan yang masih belum tereksplorasi. Putra juga berharap agar para peserta yang berpartisipasi bisa menjadi atlet yang mengharumkan nama bangsa.

“Harapan untuk peserta bisa menjadi atlet yang mengharumkan nama bangsa dan pastinya para peserta sudah menyalakan obor semangat pengetahuan, jadi terima kasih atas partisipasinya telah menyadarkan masyarakat lewat acara festival ini. Lalu harapan ke depannya semoga kami bisa membuat acara kedua kalinya lebih besar, bagus dari segi konsep dan acara,” tutup Putra. 


Peliput: Dean Alfrid Fiddinan Islam, Nur Hikmah Alfiawati/Penulis: Irsyad Arif Fadhillah

Editor: Alma Rosanna Larasati Maweikere

Posting Komentar

0 Komentar