Beranda Pers – Acara diskusi publik dan mimbar bebas dengan tema “Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran” berlangsung di pelataran Sekolah Vokasi Universitas Pakuan pada Jumat, 17 Oktober 2025, pukul 16.00-18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB). Dengan menghadirkan narasumber, di antaranya Ubedilah Badrun, dosen sekaligus pengamat sosial; Salsabila Syaira, seorang aktivis sosial; Tryan Nugraha, Dosen Akademisi Universitas Pakuan, serta dimoderatori oleh Desy Hermawati.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa (BEM KBM) Universitas Pakuan. Dalam acara ini yang dihadiri juga oleh mahasiswa, serta para pemateri secara bergantian yang membawakan narasi-narasi yang memantik kesadaran audiens soal bagaimana pemerintahan Indonesia berjalan selama setahun di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran. Pro dan kontra, kritik, dan gelombang pertanyaan kritis mengenai dinamika pemerintahan di Indonesia dibicarakan bagai angin segar yang sedikit meredakan keresahan masyarakat.
Ubedilah Badrun berpendapat bahwa kampus sebagai entitas akademik harus mengambil posisi penting sebagai perwakilan kaum intelektual untuk bersuara. ”Negara akan maju kalau menerapkan prinsip from knowledge to policy. Bagaimana pengetahuan atau ilmu pengetahuan itu memandu jalannya negara. Nah, selama ini praktik kekuasaan yang terjadi dalam lima tahun terakhir dan bahkan sekarang enam tahun terakhir, itu banyak pengabaian terhadap ide-ide intelektual. Karena itu momentum ini harus dijadikan momentum untuk menjadikan kampus melawan praktik-praktik kekuasaan yang justru tidak memanusiakan manusia,” tuturnya saat ditemui reporter.
Ubedilah juga menekankan pentingnya mahasiswa, atau generasi Z secara umum untuk berani mengambil sikap karena generasi inilah yang paling banyak menjadi korban dari kekacauan negara. ”Karena yang paling banyak menjadi korban di masa depan ini ya generasi Z sekarang, kalau generasi Z tidak bersuara, anda akan selamanya menjadi objek dari kekuasaan,” ujarnya.
Saat diminta memberikan penilaian terhadap kinerja satu tahun kepemimpinan Prabowo dan Gibran, Ubedilah berpendapat bahwa pemerintahan saat ini belum mencapai tujuan sebenarnya. ”Rapornya (Prabowo-Gibran) masih merah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga merah. Jadi belum mencapai tujuan sebenarnya,” ungkapnya kemudian.
Sejalan dengan pemikiran itu, Ahsani Takwim Aminuddin, M.I.Kom., dosen dari Program Studi Ilmu Komunikasi yang turut menjadi audiens dalam pertemuan diskusi mengatakan bahwasanya ia mengharapkan acara-acara semacam ini diadakan secara rutin. ”Menurut saya, momen-momen semacam ini jangan hanya hadir setahun sekali. Misalnya temanya karena satu tahun Prabowo saja. Tapi sebaiknya bisa dilakukan setiap bulan atau setiap minggu dengan tema-tema yang bebas saja,” ujarnya.
Dari pemaparan-pemaparan narasumber, Ahsani menganggap semua bagian dalam pembahasannya menarik dan sangat fokus. ”Semua bagian menarik. Bapak Ubed, Mbak Salsa, Bapak Tryan juga banyak melontarkan istilah-istilah gokil. Karena ya memang temanya khusus. Jadi hampir semuanya langsung to the point ke situ,” katanya lagi.
Lalu yang terakhir, beliau juga menyampaikan pendapatnya tentang cara mahasiswa agar bisa lebih berperan aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah saat ini. Ia berpendapat bahwasanya gen Z bisa mulai berpikir kritis dari kebiasaan bermain media sosial (Medsos) sehari-hari. ”Pertama, media sosialnya difilter dulu. Saya rasa tidak bisa dihindarkan Gen Z main medsos. Tapi kita juga bisa mengatur algoritma kita bagaimana yang hadir adalah tokoh-tokoh kritis. Jadi forum seperti ini menarik, tetapi itu tidak harian. Hari, jam, menit, detik itu kita scroll. Scroll itu bisa menjadi arena pertama kita mulai melek dan juga terlibat di dalam diskusi soal kritik, Kritik apapun sebenarnya. Kebijakan nasional, lokal, bahkan internasional. Kita manfaatkan medsosnya di situ. Itu sih, jadi tidak langsung diskusi seperti ini. Tapi kita bisa mulai kritis dengan medsos sendiri, tangan sendiri,” tandasnya.
Dezzan Aditya Pratama, seorang mahasiswa Manajemen yang turut hadir di acara tersebut juga berpendapat bahwa tema yang diangkat sangat menarik, karena tidak bisa dipungkiri masih banyak mahasiswa di Universitas Pakuan yang masih belum peduli dan masih enggan untuk berpartisipasi dalam diskusi ini yang mana seharusnya lebih banyak mahasiswa yang peduli terhadap keadaan pemerintahan saat ini. ”Karena tidak bisa dipungkiri, mahasiswa itu adalah agent of change, jadi hal ini harusnya menjadi pencerdasan kepada mahasiswa itu sendiri.”
Menurut Dezzan, salah satu topik yang menarik adalah pembahasan tentang disfungsi pemerintahan dari pak Ubedilah. ”Mungkin itu menjadi salah satu realita yang ada di pemerintahan Indonesia dan sekaligus menjadi PR tersendiri bagi pemerintahan kedepannya, bagaimana cara menanggulangi disfungsi ini sehingga Indonesia bisa berjalan lebih teratur lagi,” tuturnya kemudian.
Dezzan juga berpendapat soal bagaimana cara agar mahasiswa bisa berperan lebih aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah. ”Mungkin saran dari saya tentang itu, untuk para mahasiswa untuk selalu ikut konsolidasi yang ada di universitas, dan ikut serta dalam aksi, entah itu aksi media atau aksi turun ke jalan, dan dari hal tersebut itu menjadi perubahan untuk mahasiswa terhadap pemerintah,” ujarnya.
Peliput/Penulis: M. Habiby R.H., Irsyad Arif F., Yasinta Saumarisa
Editor: Khansa Muthi’ah Gendis

0 Komentar