Hari Kebahagiaan Internasional

Sumber: Freepik.com

Beranda Pers - Kebahagiaan merupakan awal dari kesejahteraan di dunia. Hal itu dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam konferensinya pada 28 Juni 2012 dengan resolusi menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan asasi manusia. Pada Resolusi itu pula PBB menetapkan 20 Maret sebagai Hari Kebahagiaan Internasional yang diperingati setiap tahunnya dengan adanya pengukuran kebahagiaan pada 193 negara anggota PBB salah satunya Indonesia. Merujuk Helliwell dkk., 2018, hal tersebut dimaksudkan juga untuk menunjukkan bahwa kebahagiaan merupakan sesuatu yang dapat diukur.

Putusan ini dicetuskan oleh Bhutan, sebuah negara yang mengutamakan nilai kebahagiaan nasional dibandingkan pendapatan nasional sejak awal tahun 1970, dan terkenal dengan tujuan Kebahagiaan Nasional Bruto dibandingkan Produk Nasional Bruto. Berbeda dengan kebanyakan negara yang menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP) untuk mengukur perkembangan ekonomi suatu negara, Bhutan lebih mengutamakan Kebahagiaan Nasional Bruto atau Gross National Happiness (GNH) yang tidak hanya berfokus pada ukuran ekonomi kuantitatif, tetapi juga memperhitungkan campuran faktor kualitas hidup yang terus berkembang.

Kebahagiaan merupakan satu dari enam emosi dasar yang dimiliki oleh manusia. Keenam emosi tersebut, meliputi sedih, marah, takut, kecewa, jijik, dan senang. Emosi senang atau bahagia adalah perasaan yang paling sering dirasakan oleh manusia, dan pengaruhnya paling terlihat, karena bukan hanya dicerminkan dari perilaku melainkan juga dari segi fisik seseorang yang senantiasa mempertahankan kebahagiaannya. Kebahagiaan juga berhubungan dengan pelepasan endorfin, serotonin, dopamine, dan neurotransmitter lain, yaitu hormon yang memiliki peran untuk meningkatkan mood positif dan secara tidak langsung bertanggung jawab akan kesehatan mental seseorang.

Konsep kebahagiaan sejatinya sudah menjadi bahasan keilmuan yang sering dikaji. Sejak zaman filsafat Yunani, konsep kebahagiaan telah dirumuskan. Salah satunya oleh filsuf Aristoteles yang menyatakan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang senantiasa didambakan umat manusia. Kebahagiaan bagi banyak orang merupakan kesenangan, ketenangan, keberhasilan dalam memperoleh apa-apa yang diinginkan, kegembiraan, atau kepuasan atas suatu kejadian. Kebahagiaan merupakan kondisi berlawanan dari penderitaan dan kesulitan. Menurut Aristoteles, faktor-faktor yang menentukan kebahagiaan terdiri atas tiga faktor, yang pertama adalah faktor luar, seperti kekayaan, pangkat, keluarga dan suku. Selanjutnya faktor jasmani, seperti kesehatan, kekuatan atau kecantikan, dan yang terakhir adalah aktor spiritual, dalam hal ini seperti kebijaksanaan, keadilan, dan keberanian menurut Mutahhari, 1987.

Sementara itu, menurut konsep Ikigai yang merupakan sebuah konsep mengenai alasan untuk hidup bagi orang Jepang, tidak ada resep khusus untuk mendapatkan kebahagiaan. Setiap keadaan khas di kehidupan seseorang dengan caranya masing-masing tentu dapat mendatangkan fondasi untuk kebahagiaan. Sederhananya menurut Ikigai, menerima diri sendiri merupakan cara untuk bahagia. Dengan kita menghargai diri sendiri, kita akan lebih bersyukur dan menghargai setiap waktu yang dijalani, hal inilah yang akan menjadi dasar untuk mendatangkan kebahagiaan dalam hidup. Kesimpulannya, seseorang dapat mendapatkan kebahagiaan dengan kondisinya masing-masing, karena tiap kondisi dalam hidup seseorang memiliki kekhasan sendiri dan tentu dapat mendatangkan fondasi kebahagiaan.

Seorang individu dapat berbahagia dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menciptakan rasa bahagia. Menurut Lyubomirsky (2008) ada dua belas aktivitas membahagiakan yang dapat dipilih individu untuk meningkatkan kebahagiaan, yaitu:

  1. Bersyukur dan berpikir positif (gratitude and positive thinking)
  2. Menanamkan rasa optimis (cultivating optimism)
  3. Menghindari berpikir terlalu keras dan membandingkan dengan orang lain (avoiding overthinking and social comparison)
  4. Melatih kebajikan (practicing acts of kindness)
  5. Merawat hubungan sosial (nurturing social relationships)
  6. Membuat strategi penyelesaian masalah (developing strategies of coping)
  7. Belajar memaafkan (learning to forgive)
  8. Meningkatkan kegiatan menyenangkan yang flow (increasing flow experience)
  9. Menikmati kegembiraan dalam hidup (savoring life’s joy)
  10. Komitmen pada tujuan yang dibuat (commiting to your goal)
  11. Mempraktikkan agama dan spiritualitas (practicing religion and spirituality)
  12. Menjaga tubuh melalui meditasi, aktivitas fisik, dan bertindak sebagai orang bahagia (taking care of your body: meditation, physical activities, and acting like a happy person)
Linley dan Joseph (2004) serta Lyubomirsky (2008) juga menambahkan bahwa usaha mempertahankan kesejahteraan dapat dilakukan melalui lima cara, pertama memperbanyak emosi positif, kedua mengoptimalkan waktu dan variasi yang terjadi dalam hidup, ketiga memiliki jaringan dukungan sosial, keempat senantiasa menjaga motivasi, usaha serta komitmen untuk berbahagia, dan kelima membiasakan diri untuk melakukan aktivitas membahagiakan.

Kebahagiaan sejatinya adalah sesuatu yang dapat diusahakan oleh setiap individu, tergantung bagaimana mereka memandang dan memaknai setiap peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Adanya peringatan Hari Kebahagiaan Internasional ini tidak semata-mata hanya mengistimewakan 24 jam tersebut dan menjadikan hari-hari lain menjadi hari yang biasa saja, tetapi diharapkan dapat mendorong kesadaran masyarakat bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang penting dan layak mendapat perhatian karena dampaknya sangat berpengaruh baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mental seorang individu. 


Sumber:

Helliwell, J. F., Huang, H., Wang, S., & Shiplett, H. (2018). International migration and world happiness. World Happiness Report 2018, 13-44. https://s3.amazonaws.com/happinessreport/2018/WHR_web.pdf

Linley, P.A., & Joseph, S. (2004). Positive psychology in practice. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Lyubomirsky, S. (2008). The how of happiness : a scientific approach to getting the life you want. New York : The Penguin Press

Mutahhari, M. (1987). Islam dan kebahagiaan manusia. Bandung : CV Rosda

Stephani Raihana Hamdan. 2016. HAPPINESS: PSIKOLOGI POSITIF VERSUS PSIKOLOGI ISLAM. UNISIA, Vol. XXXVIII No. 84. Januari 2016. 2-4.

Tasya Augustiya, Ayu Lestari, Heru Budiman, Raissa Maharani, Mita Anggraini. 2020. The Bingah Scale: A Development of the Happiness Measurement Scale in the Sundanese. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, Vol.3 No.1, April 2020. 61.

Azkia Febi Adhaini, Radea Yuli A. Hambali. 2023. Konsep Kebahagiaan dalam Ikigai. 2023. Gunung Djati Conference Series, Volume 19 (2023) CISS 4th: Islamic Studies Across Different Perspective: Trends, Challenges and Innovation. 503-504.


Reporter:

Yasinta Saumarisa

Editor:

Bulan Yuliandani R.T



Posting Komentar

0 Komentar