Tolak Revisi Sejarah Serta Pesan-Pesan dari Rakyat Pada Aksi Kamisan di Tugu Kujang

 

Sumber: Dokumentasi Pribadi Reporter Beranda Pers

Beranda Pers – Massa yang diperkirakan mencapai tiga puluh orang dan berasal dari golongan mahasiswa serta warga sipil melakukan aksi Kamisan di Tugu Kujang, Bogor, pada Kamis, 26 Juni 2025. Mereka menuangkan ekspresinya dalam bentuk orasi-orasi dan juga puisi pada sore hari itu. Acara ini berjalan dengan kondusif dimulai pukul 15.30 hingga 17.45 Waktu Indonesia Barat (WIB).

Dengan membawa payung hitam serta mengenakan pakaian berwarna senada, massa yang hadir secara bergantian menyuarakan aspirasinya lewat pidato dan puisi dengan suara lantang. Poster-poster serta spanduk dengan diksi bernada perlawanan juga menghiasi lokasi aksi Kamisan. Salah satu narasi yang digaungkan adalah “Merawat Ingatan Adalah Perlawanan” dan “Femisida 98 Bukan Rumor” ditulis dengan huruf kapital pada spanduk yang dibawa oleh massa aksi.

Goras (samaran), selaku koordinator aksi Kamisan mengungkapkan bahwa aksi Kamisan baginya diciptakan untuk merawat ingatan dari para korban tahun 1997-1998. Ia juga menjelaskan, bahwasanya ada tiga isu yang mereka suarakan pada aksi Kamisan. “Beberapa kasus yang kita bawa tadi di aksi Kamisan ada tiga, yang pertama adalah tentang sebelas warga desa Maba Sangaji di Halmahera, Maluku Utara, ketika mereka menyuarakan hak mereka sebagai warga negara Indonesia, mereka dibungkam, mereka dipenjarakan, hingga sampai saat ini. Berikutnya, tentu teman-teman yang ada di Semarang, Bandung, dan Jakarta. Kita juga membuat acara Kamisan itu sebagai bentuk solidaritas kepada mereka. Mereka menyuarakan hak-hak buruh, tetapi mereka ditangkap dengan iming-iming mengganggu ketertiban. Terus yang terakhir adalah narasi Fadli Zon yang bilang, bahwasanya Femisida tahun 98 kepada etnis Tionghoa itu adalah rumor. Jadi, kita bawa ingatan itu, kita rawat ingatan itu bahwasanya itu merupakan luka yang sangat dalam bagi kita semua,” jelasnya.

Urgensi dari aksi Kamisan seperti yang diungkapkan oleh Goras adalah mengenai pentingnya kita merawat ingatan, pentingnya kita melihat pelaku-pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih belum dipidanakan bahkan sampai saat ini. “Pentingnya buat anak-anak muda adalah, atau mungkin pentingnya bagi rakyat Indonesia, jangan sampai kita dibodoh-bodohi dengan narasi-narasi yang bias, narasi-narasi yang tidak benar. Jadi urgensinya seperti itu, untuk merawat ingatan supaya kita masih punya hal yang harus diperjuangkan dan hal-hal yang diperjuangkan itu adalah ingatan yang menjadi luka dalam di orde baru, bahkan sampai saat ini,” ucapnya.

Sejalan dengan pemikiran itu, Robert (samaran) peserta aksi Kamisan turut mengungkapkan rasa setujunya akan urgensi dibalik berlangsungnya acara ini. “Menurut gue aksi Kamisan ini penting. Kalo dari gue sendiri aksi Kamisan tuh lebih ke belasungkawa, sebagai simbolik kalau kita sebagai generasi muda, sebagai penerus bangsa tuh gak buta sama sejarah yang asli, yang bukan ditulis sama diktator, sama orang-orang pemangku kepentingan yang cuma mentingin urusan perutnya. Gue khawatir kalau aksi Kamisan ini gak berlanjut makin banyak kaum-kaum muda yang apatis, yang gak peduli sama negara, karena semakin kita gak peduli sama negara, politik, dan sejarah, kita bakal gampang terhegemoni, bakal gampang dimainkan sama mereka-mereka yang punya kepentingan pribadi dari situ,” ujar Robert.

Robert juga mengungkapkan keresahannya terkait fenomena yang ramai tentang salah satu menteri yang mengucapkan bahwa pemerkosaan tahun 1998 adalah sebuah rumor, ia menganggapnya sebagai sesuatu yang tabu, sebagaimana yang diucapkannya berikut, “Itu menurut gue aneh. Seorang menteri berkata begitu, padahal beliau juga aktivis pada zamannya, menurut gue itu demoralisasi dari seorang pemerintah. Upaya pemerintah ingin menulis ulang sejarah itu harus kita lawan. Dengan kita adain Kamisan ini, kita gaungkan bahwa sejarah yang asli bukanlah sejarah yang ditulis oleh mereka. Kalo dari kita, intinya kita menolak adanya penulisan ulang dari sejarah yang bakal ditulis sama pemerintah itu kita pasti nolak banget,” tegasnya.

Ia juga menambahkan, “Intinya, yang jelas negara ini sebenarnya mau tetap demokrasi atau mau dijadiin otoritarianisme? Karena kalau dibilang demokrasi, sejauh ini gue ngeliat dari setiap presiden yang berjalan pasti ada aja demokrasi yang dijegal. Kita bisa liat sendiri kebijakan-kebijakan pemerintah bukan hasil dari demo, bukan hasil dari saran masyarakat, tapi itu adalah hasil dari para stakeholder yang ada di atas sana. Jadi menurut gue sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kalau emang demokrasi ini gak berjalan dengan sesuai diganti aja, karena menurut gue kalau cuma pemangku kepentingannya yang didengerin bukan rakyatnya itu bukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap Robert.

Zaki, salah satu peserta aksi juga mengungkapkan harapannya terhadap pemerintah, “Tolong suara rakyat didengar, karena suara rakyat itu suara Tuhan. Wajib didengar,” ucapnya.

Begitupun dengan Fitri, seorang paramedis yang turut hadir di lokasi, sebagai kaum perempuan, ia mengucapkan keresahannya akan pemerintah. “Dari sekian banyak kesalahan pemerintah kayaknya harus instrospeksi diri, terus dengerin semua aspirasi masyarakat sama jangan bodoh aja sih,” ungkap Fitri.

Terakhir dalam wawancaranya, Goras selaku koordinator aksi kamisan menyampaikan bahwa aksi Kamisan ini akan terus berlanjut dan mengajak semua yang ingin terlibat untuk turut hadir dalam aksi Kamisan selanjutnya. “Buat teman-teman yang ingin ikut acara Kamisan di Tugu Kujang setidaknya kami berminggu-minggu kedepan akan mengkonsistensikan Kamisan ini guna merawat ingatan, guna merawat luka, guna menyuarakan hal-hal yang perlu disuarakan. Jadi kalau misalkan teman-teman yang ingin datang silakan. Yang bisa kita tahu, mereka yang hadir tadi adalah mereka yang mau melawan,” ujarnya.

Peliput: Bunga Vania, M. Fatir Rahman, Yasinta Saumarisa
Penulis: Yasinta Saumarisa
Editor: Alfandi Ilham

Posting Komentar

0 Komentar