Diskusi dan Peluncuran Zine: Menjelajahi The Myth of Sisyphus dalam Perspektif Sastra dan Filsafat


 Sumber: Dokumentasi Pribadi Reporter Beranda Pers


Beranda Pers – Pada Minggu, 28 September 2025, Sekolah Filsafat Jalanan (SFJ) mengadakan agenda diskusi dan peluncuran zine dengan mengangkat pembahasan “The Myth of Sisyphus dalam Perspektif Sastra dan Filsafat”, pada pukul 18.30-21.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), bertempat di Tamu Coffee, Kota Bogor. Selain diskusi, Sekolah Filsafat Jalanan juga berkolaborasi dengan Ora Et Litera dalam peluncuran zine dengan tema pemantik yaitu “Apakah Filsafat Sudah Mati atau Belum Lahir?”

Acara diskusi ini dihadiri oleh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB), Universitas Pakuan (Unpak), yaitu Langgeng P. Anggradinata, M.Hum, sebagai peneliti. Ia mengaku ditawari oleh pihak SFJ untuk menjadi pembicara. “Saya oke aja karena topiknya dikuasai oleh saya. Mungkin ada yang belum pernah membaca beberapa karya sastra yang berkaitan dengan absurdisme, jadi saya bagikan pengalaman dan mengajak audiens untuk membaca beberapa karya agar lebih mengenal sastra dan absurdisme," jelasnya. Sebagai akademisi, menurutnya ini adalah salah satu bentuk berbagi pengetahuan atau pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu, ia juga membagikan pendapatnya mengenai relevansi buku karya Albert Camus yang berjudul “The Myth of Sisyphus” dengan isu-isu sosial saat ini, “Menurut saya sangat relevan. Kita menghadapi berbagai macam tantangan seperti musibah, bencana, konflik, perang. Bagaimana kita menyikapi itu semua? Absurdisme memang bukan satu-satunya cara untuk merespon, tapi bisa kita jadikan pilihan bagaimana kita menghadapi apa yang terjadi. Take it easy aja sebetulnya, kita boleh mengambil tindakan dan merespon, tapi ketika gagal dan tidak mencapai apa yang kita inginkan tidak perlu kecewa dan menyerah, karena masih ada hari esok," lanjutnya kemudian. 

“Sisifus adalah tokoh yang ikonik, kita perlu mengambil hal-hal positifnya. Bagaimana ia menjalani hukuman, dia jalani. Hidup adalah hukuman, sebetulnya. Kita sudah terlanjur masuk ke dunia ini ya harus dijalani. Saya kira itu bisa menjadi semacam quotes dan pedoman hidup," imbuhnya.

Kemudian, Christopher Mona, yang merupakan anggota baru SFJ menjelaskan latar belakang diadakannya diskusi tersebut, “Sebelumnya ada kawan dari luar dari SFJ, namanya Tenu dari komunitas Ora Et Litera. Dia punya keresahan soal filosofis karena sebelumnya ada isu nasional dari tokoh influencer kita Ferry Irwandi, waktu itu angkat soal isu filsafatnya. Mungkin Tenu belajar sastra lalu kenal juga sama filosofis, dia refleksikan dengan kondisi Bogor yang tidak memiliki kampus filosofis, lalu dia mengetahui SFJ yang sudah berdiri sejak tahun 2018, diajaknya kolaborasi," ungkapnya.

Christopher menerangkan alasannya memilih zine dikarenakan Tenu yang berlatar belakang alumni FISIB Unpak, sangat lekat dengan budaya zine itu sendiri. “Untuk informasi, opini, esai, dia pakai itu. Jadi kita juga mengikuti Tenu, adaptasi juga. Jadi kita ikut, dengan topik: ‘Apakah Filsafat Sudah Mati atau Belum Lahir?’ untuk siapa yang mau nulis di situ bebas, terbuka waktu itu," jelas Christopher.

Ia pun mengatakan bahwa SFJ ini memiliki strukturalnya sendiri, “Sepemahaman saya, SFJ sudah bentuk yayasan ya, sudah ada strukturnya juga malah kita. Emang awalnya di Bogor, lalu ada founder juga yang ke Blitar, mereka yang di Blitar juga bikin cabang di sana. Jadi fokusnya di sana cuman dengan psikoanalisa, bidang spesifiknya. Psikoanalisa itu satu bidang psikologi sebelum psikologi, ilmu psikologi, jadi psikoanalisa, filsafat dan psikologi di situ. Founder-nya itu juga sebagai ketua dari Rumah Pelita Sehat, ya, sering kolaborasi dengan mahasiswa-mahasiswa yang ada di Blitar juga, sering buka diskusi sana. Tapi mereka sudah punya forma atau bentuknya. Kalau mereka tuh spesifik di untuk psikologi aja. Kalau untuk Bogor sendiri spesifiknya kita belum ada, tapi kita terbuka dengan segala bentuk pembahasannya," tambahnya.

Tidak tahu menahu soal agenda ini, Resman Barus, mengungkapkan alasannya bisa mengikuti diskusi terbuka ini, “Awalnya sih enggak tahu. Terus ya, diajak sama teman untuk datang ke kajian filsafat. Nah, apalagi saya memang masih asing dengan kata absurd. Jadi, mungkin karena rasa penasaran saya, makanya saya datang. Iya, bisa terjawab apa itu absurd tadi," pungkasnya.

Resman juga membagikan ilmu yang ia dapatkan setelah mengikuti diskusi filsafat tersebut, “Kita tahu kalau hidup itu hanya gini-gini aja, tapi ya kuncinya ya udah jalanin, bersyukur gitu. Meskipun kita tahu nanti bakal mati, ya udah tetap jalanin aja. Karena kita hidup, kalau kita mati itu tuh kita memang enggak bisa ngapa-ngapain lagi, udah enggak berguna lagi. Nah, selagi kita masih hidup, syukurin dan jalanin hidup kita gitu. Jadi bermanfaat bagi orang lain aja gitu ya, "tuturnya kemudian.

Terakhir, Christopher menitipkan pesan untuk para generasi muda yang masih belum mengenal filsafat. “Coba lakukan refleksi, berfilsafat sedikit. Cicipi saja, beberapa teks atau kutipan apa, terus direfleksikan. Sebenarnya kalian juga sudah berfilsafat, tapi kalian tidak tahu. Mungkin bukan dalam disiplin filsafat, tapi dalam realitasnya, kalian sudah berfilsafat: mempertanyakan sesuatu, meragukan sesuatu, berpikir sendiri, berbicara sendiri dalam hati. Itu juga sama, itu unsur filsafat dari yang dasar, sebenarnya, tapi dalam realitas kehidupan, bukan dalam disiplinnya," tegasnya. 


Peliput/Penulis: Rheinaya Azura, Dicky Ilham Nudin

Editor: Bunga Vania

Posting Komentar

0 Komentar