Kontras Peringatan Hari Anak: Antara Hak Bahagia dan Bayang-bayang Gizi Program MBG

 

Sumber: Gandi Purwandi - Shutterstock

Beranda Pers - Tanggal 20 November merupakan peringatan Hari Anak Sedunia atau World Childern’s Day. Momentum ini dilatarbelakangi peristiwa penting pada tahun 1959, ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membuat Deklarasi Hak-hak Anak. Sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 1954, Hari Anak Sedunia terus disuarakan untuk mengingatkan kembali kebersamaan masyarakat global dalam meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia, sekaligus mewujudkan lingkungan yang ramah dan aman bagi mereka.

Tahun ini PBB mengusung tema ”My Day, My Rights” atau “Hariku, Hakku”. Tema ini bertujuan menghidupkan kembali semangat untuk memahami dan mengenal lebih dalam tentang kehidupan anak-anak. Peringatan ini juga menjadi momentum global untuk menegaskan hak-hak anak, termasuk hak atas kesehatan dan gizi yang layak sebagaimana tertuang dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak.

Di Indonesia, pemenuhan hak gizi diwujudkan melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang secara teoretis merupakan manifestasi dari pemenuhan hak tersebut, tapi dalam praktiknya program ini sedang menghadapi kritik tajam dan masih diwarnai keraguan publik terkait standar kualitas, pengawasan, dan potensi masalah di lapangan.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), sebuah organisasi nonprofit yang berfokus pada pembangunan sektor kesehatan, mencatat program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini masih berkutat dengan persoalan keamanan pangan dan kualitas kandungan gizi dalam menu yang disediakan. Kasus-kasus keracunan akibat MBG masih terjadi dari berbagai daerah. Analisis CISDI mengidentifikasi bahwa salah satu penyebab utama terjadinya keracunan adalah belum optimalnya implementasi standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dalam pelaksanaan program MBG.

Selain itu, CISDI juga menyoroti penggunaan produk makanan ultra-olahan (ultra-processed food) dalam menu MBG. Dalam kajian CISDI produk-produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) ditemukan dalam 45 persen sampel menu MBG. Temuan ini termasuk penggunaan susu kemasan berperisa yang mengandung kadar gula tinggi, yang jelas tidak sesuai dengan pedoman standar gizi yang telah disusun Kementerian Kesehatan. Sebagaimana pengakuan CAA, salah satu siswa SMP di daerah Sukabumi, ”Pas awal-awal ada MBG di sekolah kita dikasihnya ikan terus, tidak bervariasi,” ungkapnya. ”Rasanya juga hambar, makanya banyak anak-anak yang langsung ilfeel pada hari pertama pembagian MBG, sampai ada teman aku yang gak mau makan MBG sampai sekarang. Oh iya, susu itu paling best seller. Walaupun cuma ikan goreng atau apa tapi kalau ada susunya, pasti diambil MBGnya,” lanjutnya kemudian.

Tujuan utama dari program MBG ini memang cukup bagus dan layak untuk diapresiasi. Hanya saja, jika pada proses perencanaannya tidak matang dan pelaksanaannya terkesan terburu-buru, hal ini dapat menyebabkan kerugian yang berdampak pada psikologis dan kesehatan jangka panjang pada siswa penerima MBG. Tentu saja pada akhirnya program ini hanya akan menjadi sia-sia. Penting untuk mengingat bahwa banyak pihak yang dibutuhkan untuk terlibat dalam proses mewujudkan keberhasilan program ini, pemerintah daerah dan kementerian terkait harus berkoordinasi, termasuk diantaranya melibatkan para ahli gizi.

Pemenuhan gizi pada anak merupakan faktor krusial dalam memastikan tumbuh kembang yang optimal serta kecerdasan otak anak, bahkan investasi masa depan anak. Anak yang tumbuh dengan gizi yang cukup memiliki potensi untuk menjadi generasi yang lebih produktif dan berkontribusi secara positif pada masyarakat. Mereka cenderung memiliki performa akademis lebih baik, memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat, serta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meraih cita-cita dan tujuan hidupnya.

Peringatan Hari Anak Internasional setiap 20 November, mengingatkan kita bahwa setiap anak berhak mendapatkan gizi dan kesehatan yang optimal. Semangat ini menuntut tindakan nyata, bukan sekadar seremoni. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera memperbaiki program Makan Bergizi Gratis (MBG), baik dari segi kualitas menu, higienitas, dan transparansi. Perbaikan ini mendesak agar hak anak Indonesia benar-benar terwujud, sejalan dengan cita-cita mulia peringatan Hari Anak Sedunia.


Sumber:

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/11/18/hari-anak-sedunia-2025

https://cisdi.org/siaran-pers/evaluasi-tiga-bulan-mbg

https://ayosehat.kemkes.go.id/masalah-gizi-permasalahan-kita-bersama


Penulis: Yasinta Saumarisa 

Editor : M. Xezi Artawinata 


Posting Komentar

0 Komentar