Talk
Show
On
Writing Career With Leila S Chudori
Pada
18 Desember 2021, telah diselenggarakan acara Talkshow dengan tema “On
Writing Career with Leila S. Chudori” yang dilakukan secara online
menggunakan zoom meeting. Leila S. Chudori ialah seorang penulis yang dikenal
luas melalui karya-karyanya berupa novel dan cerita pendek. Ia juga merupakan
seorang sastrawan yang mengawali karirnya sejak kanak-kanak.
Sejak
masa kanak-kanak, Leila dibiasakan harus membaca komik Ramayana Mahabharata,
Mark Twain, Charles Dickens, Enid Blyton, Djoko Lelono, majalah Kawanku, Si
Kuntjung, HAI, dan menyaksikan teater Rendra, Teater Koma, Teater Ketjil,
karena hiburan berbau pop culture saat itu hanyalah TVRI (belum ada TV swasta,
internet, handphone, DVD, apalagi streaming). Selain makan dan minum, membaca
buku juga menjadi kebutuhan pokok Leila dan keluarganya jika sedang dirumah.
Setiap bulannya orang tua Leila sering menyisihkan anggaran untuk membeli buku
di toko buku Gunung Agung. Leila juga bergabung dalam teater anak-anak kak
Yana, walaupun teater anak-anak Leila jadi bisa belajar apa yang disebut dengan
storytelling. Karena tidak ada hiburan lain, membaca dan ikut berbagai ekstrakurikuler
adalah cara Leila menghibur diri sendiri.
Leila
mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di Lester B. Pearson College dan
di Trent University. Ia mengambil double major Political Science dan
Comparative Development Studies. Selama enam tahun, apa yang ia peroleh
sangat banyak selain kehidupan yang mandiri dan meluaskan wawasan dalam
penulisan, ia juga menyadari betapa banyak sejarah Indonesia yang belum
terungkap, membaca banyak literature atau buku yang tidak boleh beredar di
Indonesia pada masa Orde Baru, dan mempelajari secara akademis mapun non
akademis situasi sosial dan politik di Indonesia. Pada tahun 1989-2017 ia
menjadi wartawan di Tempo. Sebagai reporter ia mempelajari dan mempraktikan
dasar jurnalistik dari reporting, wawancara, dan meliput di dalam negeri maupun
luar negeri. Leila banyak ditugaskan ke luar negeri untuk meliput kudeta atau
pemilu di Filipina atau pelarian aktivis China Fang Lizhi di Cambridge atau
Presiden Cory Aquino atau Nelson Mandela.
Selama di Tempo, ia banyak memperoleh pelajaran tentang penulisan features, menembus narasumber dengan gigih dan membedakan penulisan berita (Tempo) dan fiksi (sastra). Pada tahun 2005, ia kembali mengagas dan menulis drama TV yang berjudul “Dunia Tanpa Koma”, dan pada tahun 2009 ia menerbitkan buku berjudul “9 dari Nadira”. Kemudian pada tahun 2012 ia menerbitkan buku yang berjudul “Pulang” tentang sekumpulan eksil Indonesia di Paris yang tidak bisa pulang ke Indonesia. Pada tahun 2017, ia kembali menerbitkan novel dan film pendek yang berjudul “Laut Bercerita” tentang sekumpulan mahasiswa atau aktivis yang diculik, disekap, disiksa pada tahun 1998 dan para keluarga yang mencari mereka hingga kini. Laut Bercerita ditafsirkan dalam sebuah film pendek produksi Dian Sastrowardoyo Foundation & Cineria Films dan disutradarai oleh Pritagita Arianegara sebagai bagian dari acara peluncuran Laut Bercerita di IFI (Pusat Kebudayaan Prancis) di Jakarta. Peluncuran dihadiri oleh para keluarga korban yang belum kembali, juga para korban yang kembali.
0 Komentar